Rabu, 03 Juli 2013

Kompolnas: Entaskan Pengangguran Bukan Tugas Polisi

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Kepolisian Nasional menilai program Kepolisian Daerah Metro Jaya ikut mengentaskan warga dari pengangguran melenceng dari tugas pokok kepolisian. Lewat program Polisi Peduli Pengangguran, yang kini masih berjalan, kepolisian merekrut orang yang tidak punya pekerjaan untuk dilatih keterampilan dan menyalurkannya ke sejumlah perusahaan. “Kalau mengentaskan (warga dari) kemiskinan itu masuk ranah pemerintah daerah,” kata Komisioner Kompolnas Hamidah Abdurrachman Rabu, 10 April 2013.

Menurut Hamidah, tugas utama kepolisian adalah mengayomi dan melindungi warga negara serta menegakkan hukum. Dia khawatir, jika polisi ikut menciptakan lapangan pekerjaan, hal itu justru akan mengganggu tugas utama kepolisian.

Program Polisi Peduli Pengangguran berjalan di Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Selatan sejak Januari lalu. Polsek Kebayoran Baru, yang menjadi pusat program ini di Jakarta Selatan, sudah merekrut warga pengangguran dalam dua gelombang sejak Januari lalu. “Gelombang pertama yang mendaftar 70 orang, yang lolos 40. Gelombang kedua masih berlangsung, yang mendaftar 45 orang," kata Kepala Unit Binmas Polsek Kebayoran Baru Komisaris Syem A. Ekon, Selasa lalu.

Setelah lolos seleksi, kata dia, para penganggur itu mendapat kursus teknis di Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) selama tiga bulan. “Setelah itu kami rekomendasikan ke perusahaan yang berminat,” ujarnya.

Menurut juru bicara Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto, Polda memiliki alasan kuat menjalankan program tersebut. Menurut dia, salah satu penyebab tingginya tingkat kriminalitas adalah tingkat kesejahteraan masyarakat yang jauh dari cukup. “Berkurangnya pengangguran di Ibu Kota dapat mengurangi jumlah preman yang kerap menebar kejahatan,” ujarnya.

Program yang digagas oleh Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno pada November tahun lalu itu berangkat dari data yang diperoleh kepolisian bahwa hampir 60 persen pelaku kejahatan adalah orang-orang yang belum mempunyai pekerjaan. “Perlu terobosan untuk menanganinya," ujar Putut di Pelabuhan Sunda Kelapa, November tahun lalu.

Salah satu pihak yang diajak bekerja sama oleh Polda adalah pengelola Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok. Para penganggur yang sudah dilatih akan diikutkan dalam penataan kedua pelabuhan tersebut. General Manager Pelabuhan Sunda Kelapa Agus Hendrianto kala itu mendukung program ini. Pertengahan 2013, kata dia, akan disediakan sekitar 1.000 lowongan pekerjaan. ”Kalau mereka bisa menyemen, ya, kami ambil,” ujarnya.

Adapun Polres Jakarta Timur juga mulai melatih 100 orang untuk disiapkan menjadi satuan pengamanan dan sopir di kawasan Jawatan Industri Pulo Gadung. Pengganguran yang direkrut berkelakuan baik dan tidak tersangkut masalah hukum. Perekrutan ini tidak dipungut biaya. Di Jakarta Barat, program ini dipusatkan di Polres Cengkareng dan Kalideres. Polsek Kalideres mengklaim menyalurkan sekitar 30 penganggur setiap bulan sejak Januari lalu. Polsek Cengkareng melatih 20 penganggur menjadi satpam sejak Februari lalu.

Meski menyebut program itu bagus, Hamidah menyarankan kegiatan seperti ini jangan sampai dijadikan program jangka panjang. "Ini sebenarnya pancingan untuk pemerintah agar lebih memperhatikan soal pekerjaan bagi warganya," katanya, sambil menambahkan, “Agar polisi bisa kembali menjalankan tugas mereka.”

Penganggur Muda Indonesia Tertinggi di Asia

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) menyatakan kaum muda memiliki tingkat kesulitan mencari pekerjaan lima kali lebih besar daripada pekerja dewasa. "Itu terjadi karena ketersediaan lapangan kerja untuk angkatan muda semakin menurun," kata Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Wendi Hartanto, dalam acara temu wartawan di kantornya Rabu, 11 April 2012.

Menurut Wendi, kaum muda diperkirakan 4,6 kali lebih besar menjadi pengangguran dibanding pekerja dewasa. Padahal dalam skala global angkanya hanya 2,8 kali lebih besar. Data tersebut ia kutip dari angka perkiraan International Labor Organization.

Sedangkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengungkapkan tingkat pengangguran terbuka usia muda antara 15 hingga 29 tahun di Indonesia mencapai 19,9 persen. Sementara Srilangka 17,9 persen dan Filipina 16,2 persen. Data tersebut, kata dia, membuat Indonesia menyandang gelar sebagai negara dengan pengangguran usia muda tertinggi di Asia Pasifik.

Ia mengatakan permasalahan tersebut akibat kualitas pekerjaan yang tersedia untuk anak muda semakin menurun. "Apa lagi biasanya mereka pilih-pilih pekerjaan. Karena tidak dapat, akhirnya menganggur," kata dia.

Permasalahan lain adalah kaum muda yang bekerja selama ini terkonsentrasi pada pekerjaan informal dan murah. Pekerjaan tersebut juga tanpa jaminan sosial dan tanpa pesangon ketika diberhentikan dari pekerjaan.

Ia khawatir jika pengangguran usia angkatan kerja tidak terserap pasar kerja dengan baik akan berisiko menimbulkan kemiskinan massal. Terlebih lagi jika pengangguran muda tersebut berasal dari mereka yang berpendidikan SD dan SLTP.

"Jika dirata-rata, lama masa tempuh pendidikan penduduk Indonesia baru 5,8 tahun," katanya. Ia mengatakan masih banyak anak usia sekolah tidak sekolah. Mereka diminta bekerja mencari uang oleh keluarganya. Akibatnya kualitas sumber daya manusianya juga ikut rendah.

Kerugian ekonomi jangka pendek dari hal itu menurutnya berupa rendahnya produktivitas, hilangnya waktu produktif, biaya karyawan naik, dan kapasitas terpakai perusahaan rendah. Sementara kerugian jangka panjang adalah mutu tenaga kerja yang rendah, TKI hanya sebagai tenaga kasar, pertumbuhan ekonomi lamban, dan daya saing global rendah.

Kerugian lain adalah terciptanya kemiskinan struktural karena orang yang putus sekolah sulit mendapatkan pekerjaan yang dapat meningkatkan kesejahteraannya. Jika orang tersebut memiliki anak, anak mereka juga tidak dapat mengenyam pendidikan karena tidak ada biaya.

Satu Juta Intelektual di Indonesia Menganggur

TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak satu juta pengangguran di Indonesia adalah lulusan perguruan tinggi. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Marzan A. Iskandar mengatakan, per September 2011, jumlah pengangguran intelektual di Indonesia mencapai 1,1 juta orang. “Naik 15,71 persen dibandingkan 2010,” kata Marzan saat kuliah umum pelatihan wirausaha industri inovatif di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jumat, 13 April 2012.

Meningkatnya jumlah pengangguran intelektual disebabkan orientasi para sarjana adalah mencari pekerjaan dan bukannya menciptakan pekerjaan. Oleh karena itu, dia meminta para sarjana mengembangkan jiwa kewirausahaan ketimbang sekadar menjadi pegawai.

Untuk mendukung tumbuhnya wirausaha baru, pihaknya bekerja sama dengan lembaga rumah ekonomi rakyat mengadakan pelatihan wirausaha berbasis teknologi atau technopreneurship. Program ini adalah kelanjutan program pusat inovasi usaha mikro-kecil dan menengah yang sudah berjalan sejak 2009. “Selain technopreneurship, program lainnya yang sudah berjalan adalah inkubator bisnis berbasis teknologi di kampus-kampus,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Rumah Ekonomi Rakyat Taufiq Amrullah mengatakan program technopreneurship sudah tiga kali diselenggarakan. Yang pertama di Tangerang pada Oktober 2011, yang diikuti 250 peserta. Yang kedua, pada Februari 2012 di Jakarta, dengan 350 peserta. “Hari ini di UNS Surakarta yang diikuti 400 peserta. Dengan demikian, program ini sudah melatih seribu pengusaha pemula,” katanya.

Setiap peserta pelatihan akan mendapatkan materi tentang manajemen, analisis pasar, mengetahui karakter produk dan calon konsumen, dan memberikan motivasi. Setiap peserta sebelumnya harus sudah membawa proposal bisnis yang berkaitan dengan teknologi.

Proposal tersebut dipresentasikan di depan dewan juri dan bagi proposal yang layak dikembangkan, peserta akan masuk dalam program inkubasi bisnis. Di situ akan didampingi dan dilatih untuk merealisasikan ide bisnisnya, termasuk dihubungkan dengan pelaku usaha yang sudah mapan sebagai mentor.

2013, Penganggur Ditargetkan Turun Jadi 7,2 Juta

TEMPO.CO, Surakarta - Kementerian Tenaga Kerja menargetkan tingkat pengangguran pada 2013 di kisaran 5,8 persen hingga 6,1 persen. Atau dengan kata lain, jumlah penganggur di Indonesia dipatok antara 7,2-7,4 juta orang.

Tingkat pengangguran tahun ini diharapkan stabil pada angka 6,4 persen sampai 6,6 persen atau sekitar 7,6 juta orang. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan perkiraan tingkat pengangguran untuk 2013 di kisaran 5,8 persen hingga 6,1 persen cukup realistis.

“Kalau pertumbuhan ekonomi 1 persen, menciptakan sekitar 350 ribu kesempatan kerja, maka itu target realistis,” kata Muhaimin di Surakarta, Rabu, 19 September 2012. Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi mencapai 6,8 persen sampai 7,2 persen, maka dapat tercipta 2,5-2,7 juta angkatan kerja baru di 2013.

Derdasarkan data Badan Pusat Statistik, tahun depan akan ada peningkatan jumlah penduduk yang bekerja. Pada Agustus 2011, jumlah orang yang bekerja sebanyak 109,67 juta orang. Dan pada Februari 2012, jumlah pekerja meningkat menjadi 112,8 juta orang. “Angka pengangguran juga turun dari 7,7 juta orang menjadi 7,61 juta orang,” kata Muhaimin.

Salah satu upaya menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan baru dengan program transmigrasi. Program ini diikuti dengan pengembangan lahan-lahan pertanian dan industri pengolahan di kawasan transmigrasi, khususnya untuk komoditas unggulan seperti kelapa, kelapa sawit, karet, dan tebu.

“Terbukti saat ini beberapa kawasan transmigrasi sudah menjadi pusat-pusat pertumbuhan baru. Di sana terbentuk ibu kota kabupaten dan kecamatan serta pusat produksi pertanian,”  katanya.

Pegawai Bank di Garut Terima BLSM

INILAH.COM, Garut - Kacaunya pendataan penerima BLSM di Kabupaten Garut terkait penerima bantuan salah sasaran, terus bermunculan.

Setelah sebelumnya tercium ada pengusaha dan pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Geothermal Energi Area Kamojang-Bandung di Kelurahan Ciwalen Kecamatan Garut Kota menerima Kartu Perlindungan Sosial (KPS) untuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), di Desa Cimanganten Kecamatan Tarogong Kaler pun tercatat ada seorang pegawai bank menerima BLSM.

Hal itu terungkap ketika sekitar 50 warga bersama aparat pemerintah Desa Timbanganten beraudensi dengan Badan Pusat Statistik, dan dinas/instansi terkait difasilitasi Komisi C DPRD Kabupaten Garut di Ruang Rapat Paripurna DPRD Garut Jalan Patriot, Rabu (3/7).

"Anak saya, Yanti, suaminya pegawai bank di Karawang, tapi kok bisa menerima BLSM? Padahal waktu pendataan itu, anak saya tidak ada di tempat. Makanya, saya langsung emosi dan saat musyawarah desa, saya langsung menolak. Masak anak saya menerima BLSM, sementara orang lain yang jelas-jelas berhak justru tak menerimanya?" terang Ny Enten (64), warga RW 04 Desa Cimanganten.

Dia mengaku tak habis pikir dengan pendataan warga miskin di daerahnya yang tak akurat. "Kayaknya pendataannya 'ditembak'. Soalnya, anak saya itu selain dapat BLSM, juga dapat Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Ya, kami tolak dan kami kembalikan. Bagaimana mungkin anak saya dapat Jamkesmas. Sedangkan untuk perawatan kesehatan anak bila sakit, selalu di VIP?" katanya.

Menurutnya, pascapenolakannya terhadap BLSM tersebut, serentak semua warga penerima BLSM di Desa Cimanganten menolak BLSM. "Kalau kuotanya hanya 54 orang, sama dengan kuota raskin, 'piriweuheun' (mengundang masalah)," ujarnya.

Kepala Desa Cimanganten, Asep Zulgofar membenarkan semua warga penerima BLSM di daerahnya menolak BLSM. Begitu juga terhadap program beras untuk rumah tangga miskin (raskin), warga menolaknya, bahkan sejak Januari lalu.

"Kami sepakat menolak BLSM dan raskin. Kalaupun harus diterima maka kami minta dilakukan verifikasi, pendataan ulang. Kami sudah buatkan berita acara penolakan, dan dikirimkan ke Kantor Pos agar penyaluran KPS (Kartu Perlindungan Sosial) untuk BLSM ditunda. Bukannya tak butuh BLSM atau raskin, tapi kalau kuotanya tak sesuai, sangat riskan," kata Asep.

Menanggapi desakan warga agar dilakukan pendataan faktual terkait penerima BLSM dan raskin di Desa Cimanganten, Sekretaris Komisi C DPRD Garut, Lela Nurlaela menegaskan pihaknya segera membentuk Tim Verifikasi dengan melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS), dinas/instansi terkait, dan unsur pemerintahan Desa Cimanganten.

Senada ditegaskan anggota Komisi C, Agus Koswara. "Besok (Kamis, 4/7), kita rapat lagi dengan mengundang pihak terkait guna membahas pembentukan Tim Verifikasi BLSM dan raskin, khusus Desa Cimanganten. Kalau perlu, kita langsung datang ke TNP2K (Tim Nasional Penanggulangan Kemiskinan) di Jakarta untuk mempertanyakan masalah ini, dan meminta tambahan kuota," kata Agus.

Pada pertemuan tersebut tampak hadir juga anggota Komisi C lainnya, seperti Acep Junaedi, Kepala BPS Kabupaten Garut Bambang Suyatno, dan Kepala Sub Bagian Pertanian pada Bagian Admistrasi Perekonomian Setda Garut Eli Herly.[jul]

Selama 6 Bulan, Pertamina Salurkan 22,6 Juta KL BBM Subsidi

VIVAnews - Realisasi penyaluran BBM bersubsidi hingga akhir Juni mencapai 22,6 juta kiloliter atau 47,4 persen dari total kuota untuk PT Pertamina yang dialokasikan berdasarkan APBN-P 2013 yang ditetapkan sebesar 47,6 juta KL.

Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir, Selasa 2 Juli 2013, menjelaskan hingga 30 Juni 2013, Pertamina telah menyalurkan premium  sebanyak 14,4 juta KL atau 46,7 persen terhadap kuota BBM bersubsidi Pertamina sebesar 30,7 juta KL.

Adapun, realisasi penyaluran solar pada periode yang sama telah mencapai 7,7 juta KL yang setara dengan 48,8 persen dari kuota BBM bersubsidi Pertamina berdasarkan APBN-P 2013.

Berdasarkan APBN-P 2013, kuota premium bersubsidi naik sebesar 1,57 juta KL dari anggaran semula yang ditetapkan 29 juta KL. Sementara, kuota solar bersubsidi yang ditetapkan bertambah sebesar 923.000 KL dari alokasi semula dalam APBN 2013 sebanyak 14,3 juta KL.

Sedangkan kuota kerosene (minyak tanah) ditetapkan turun sebesar 500 ribu KL sehingga menjadi 1,2 juta KL dari semula 1,7 juta KL. Realisasi penyaluran Kerosene hingga akhir semester I 2013 mencapai 45,6 persen terhadap kuota baru atau sebesar 547 ribu KL.

“Realisasi penyaluran BBM bersubsidi dengan tambahan kuota baru masih on track dan diharapkan akan cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar masyarakat hingga akhir tahun,” kata Ali Mundakir dalam keterangan tertulis.

Ali juga menambahkan stok BBM bersubsidi saat ini berada di level di atas 20 hari untuk premium dan solar. Menurut dia, dengan kondisi stok tersebut akan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, termasuk menjelang Ramadhan.

Harga minyak mentah Indonesia naik
Sementara itu, tim harga minyak Indonesia menyatakan harga rata-rata minyak mentah Juni 2013 mencapai US$99,97 per barel, naik sebesar US$0,96 per barel pada bulan sebelumnya, yaitu US$99,01 per barel.

Namun, harga ICP Juni 2013 masih lebih rendah dalam asumsi APBN-P 2013 sebesar US$108 per barel. Sedangkan harga Minas/SLC selama Juni 2013 mencapai US$102,75 per barel atau sebesar US$2,66 per barel dari USD100,09 per barel pada Mei 2013. Ada beberapa faktor yang menyebabkan harga minyak naik.

Pertama adalah menguatnya perekonomian dunia dengan indikasi data ekonomi AS yang menunjukkan peningkatan pasar perumahan dan penurunan angka pengangguran. Kedua adalah terjadinya permintaan minyak mentah dunia 2013 sebesar 800 ribu barel per hari menjadi 90,2 juta barel per hari pada triwulan III 2013.

Sedangkan faktor ketiga adalah adanya penurunan produksi minyak mentah dari North Sea sebesar 400 ribu barel karena ada kegiatan perawatan fasilitas produksi. (eh)

Menggagas Arah Baru Kebijakan Kependudukan Indonesia

Salah satu tujuan pengelolaan kependudukan adalah agar masyarakat merasa nyaman untuk hidup dan bertempat tinggal di suatu kawasan. Semakin padat dan "tidak teratur" suatu kawasan tempat tinggal, seperti semakin padatnya jumlah penduduk atau terlalu tingginya pertumbuhan penduduk maka akan berpengaruh terhadap standar hidup masyarakat, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya. Premis ini muncul karena diakui atau tidak pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia, baik yang disebabkan angka kelahiran maupun angka migrasi ternyata cukup tinggi, sementara akses masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan dasar mereka semakin hari semakin menipis.
Ketidakselarasan pertumbuhan jumlah penduduk dengan akses pemenuhan kebutuhan dasar inilah yang menjadi penyebab paling serius terha-dap penurunan kualitas hidup manusia. Lalu, dimanakah letak penting pemikul tanggung jawab dari persoalan ini? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya mulai kita telaah satu persatu ruang lingkup permasalahan dari problem kependudukan di Indonesia secara umum.
Secara sepintas sudah disebutkan bahwa pengkajian pada persoalan kependudukan selama ini kerap berkutat pada masalah pokok yang berdimensi demografis, yaitu fertilitas (kelahiran), morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian), dan mobilitas (migrasi). Sementara dimensi lain yang berdimensi kebijakan dan juga pengaruh lain berupa tuntutan ke arah pemberdayaan perempuan (terkait dengan hak reproduksi dan pertumbuhan generasi) dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) masih kurang mendapat perhatian yang serius. Ini mengakibatkan adanya suatu kecenderungan berpikir dan berperilaku di masyarakat yang tidak peka bahwa pertumbuhan penduduk sangat terkait erat dengan peningkatan kesejahteraan hidup mereka.


Kebijakan yang Visioner
Dengan menelaah persoalan mendasar mengenai kependudukan itu, maka mau tidak mau tuntutan terhadap perubahan atau optimalisasi kebijakan menjadi penting. Ini disebabkan oleh keberadaan pemerintah sebagai pemegang otoritas tertinggi dari pengelolaan kependudukan di Indonesia sekaligus menjadi penentu perubahan kehidupan kualitas hidup masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Kebijakan kependudukan yang diusung memang sebaiknya merupakan kebijakan yang lebih visioner, dalam arti melihat bentuk, implementasi, dan implikasi kebijakan yang selaras dengan kondisi kehidupan masyarakat kekinian.
Di samping itu, dengan pembagian wewenang pengelolaan kepemerintahan antara pusat dan daerah, maka juga diperhatikan sejauhmana keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam menangani persoalan kependudukan itu. Ini juga berarti bahwa kebijakan kependudukan yang seragam berlaku di seluruh wilayah Indonesia perlu dikaji-ulang karena kondisi dan konteks kehidupan masyarakat sangat tergantung pada dimensi lokalitasnya masing-masing. Paling tidak, terdapat lima hal penting yang harus diperhatikan dalam memformulasikan arah kebijakan kependudukan yang visioner.
Pertama, misi kebijakan yang dituangkan dalam program-program kependudukan tidak lagi ditujukan pada target-target yang berdimensi kuantitatif semata-mata, seperti keharusan pencapaian penurunan angka fertilitas tanpa memerhatikan sisi kualitatif, yaitu suara-suara dari masyarakat yang bersangkutan. Jika tujuannya adalah target penurunan angka fertilitas secara kuantitatif, maka implementasi program di lapangan dikuatirkan akan dilakukan dengan cara-cara yang tidak simpatik. Karena dalam hal ini yang dipentingkan adalah target, bukan pada prosesnya.
Kedua, perlunya keterlibatan masyarakat dalam mencapai sasaran program kependudukan. Selama ini, sangat sedikit di antara warga masyarakat yang mengerti informasi kebijakan dan program kependudukan. Informasi dalam bentuk data, produk kebijakan seperti peraturan hukum masih terbatas dikuasai dan dimengerti oleh kalangan terbatas seperti sebagian aparat pemerintah, sebagian akademisi, dan sebagian LSM. Misalnya, adanya undang-undang tentang administrasi penduduk, atau peraturan menteri tentang pengelolaan kependudukan yang profesional hampir tidak dimengerti oleh khalayak luas, apalagi pada tingkat implemetasinya di lapangan. Untuk hal yang sederhana saja seperti mengurus surat-surat administrasi penduduk, masih banyak masyarakat yang sulit untuk mendapatkan aksesnya.
Di sisi lain, ketersediaan informasi yang terbuka juga sebenarnya bisa dipakai oleh berbagai perusahaan yang ingin melakukan investasi. Tetapi keterbatasan informasi itu terkadang mempersulit investor untuk mengambil keputusan secara tepat.
Ketiga, perlunya memperjelas dan mempertegas fungsi kelembagaan dalam pengelolaan kependudukan. Misalnya, bagaimana sinergitas antara Departemen Dalam Negeri dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam pengelolaan kependudukan juga tampaknya belum memadai. Sinergitas secara kelembagaan akan sangat memengaruhi kebijakan dan pembentukan program-program di masyarakat.
Keempat, pemisahan wewenang pengaturan pemerintahan di tingkat pusat dan daerah tidak semestinya membuat perumusan program-program di bidang pengelolaan kependudukan menjadi tumpang tindah, atau sebaliknya malah tidak sinergis sama sekali. Pemisahan wewenang itu seharusnya bisa memunculkan suatu keserasian kebijakan antara keduanya. Artinya, mana yang perlu dilakukan oleh pemerintah pusat dan mana yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah seharusnya juga menjadi sasaran dari perubahan kebijakan kependudukan di Indonesia. Sampai saat ini, masih sangat jarang terdengar adanya pemerintah daerah yang memiliki suatu blue-print atau perencanaan yang matang dalam mengelola kehidupan penduduk di daerahnya masing-masing. Dinas-dinas yang seharusnya bisa dimaksimalkan dalam membantu mengurangi fertilitas, morbiditas, dan mortalitas misalnya, juga belum menampakkan kematangan perencanaan itu.
Kelima, seiring dengan semakin cepatnya perubahan kehidupan dalam iklim global dan juga tuntutan terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM, maka isu-isu strategis seperti perempuan, penduduk usia lanjut, kemiskinan, dan penduduk pedesaan perlu mendapat prioritas. Prioritas tersebut bisa menjadi tolok-ukur dari keberhasilan kebijakan kependudukan di masa kini terutama dalam percepatan arus globalisasi yang sulit terbendung.
Akhirnya, meskipun kelima poin gagasan dasar kebijakan kependudukan tersebut perlu dilakukan, terdapat syarat mendasar lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu pemantapan kualitas sumberdaya manusia perumus, pelaksana, dan pengawas kebijakan, termasuk juga menanamkan pengetahuan dan kesadaran bagi masyarakat mengenai pentingnya mengelola kehidupan mereka sendiri. Jika tidak, maka sebagus apapun kebijakan dibuat, maka ia tidak akan menghasilkan apapun dan tidak akan mengubah kehidupan masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik.
*)Penulis adalah Wakil Sekjen KOWANI dan Pemerhati Isu-isu Kependudukan.

Pemerintah Klaim Data Kependudukan Akurat

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjamin data agregat kependudukan per kecamatan (DAK2) dan data penduduk potensial pemilu (DP4) yang akan diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai bahan acuan daftar pemilih Pemilu 2014 sangat akurat sehingga tak perlu diragukan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri Irman ?mengatakan, ?pemerintah dalam tiga tahun terakhir fokus membenahi DAK2 dan DP4.
?
Pembenahan tersebut dimulai dari sistem verifikasi data secara online yang sudah tersambung dari pusat hingga kecamatan yang sebelumnya dilakukan secara manual.
?
Hal itu dilakukan untuk mempermudah proses audit data pemilu apabila terjadi penggelembungan data. Pemerintah juga sudah melakukan perekaman e-KTP yang menjamin dapat mengatasi daftar pemilih tetap (DPT) ganda yang selama ini menjadi kendala data pemilu.

“Oleh karena itu kami yakin akurasi DAK2 dan DP4 yang diserahkan ke KPU sangat terjamin. Apalagi kami sudah melakukan perekaman e-KTP. Jadi tidak mungkin lagi ada yang ganda,” katanya kepada SINDOdi Jakarta kemarin.
?
Menurut Irman, akurasinya data yang diserahkan pemerintah ke KPU untuk DPT 2014 lebih tinggi dibandingkan dengan DPT 2009 yang total pemilihnya berjumlah 171 juta. Hal ini juga akan memudahkan kerja KPU.

Dia mengatakan, KPU nantinya dapat menyandingkan data dari pemerintah dengan data yang dimiliki KPU hasil dari pemilu sebelumnya dan pilkada terakhir. Irman menambahkan, UU No 8 Tahun 2012 tentang? Pemilu mengamanatkan penyerahan data? tersebut dilakukan 16 bulan sebelum pemilu legislatif yang jatuh pada 9 April 2014.
?
“Tapi? pemerintah?? akan? mempercepat ? penyerahan? data ?DAK2 ?ke ?KPU? pada? 6 Desember 2012 dan DP4 pada 7 Februari 2013,” imbuhnya.

Irman juga sempat menyinggung perkembangan perekaman e-KTP serta berbagai tudingan banyaknya perekaman e-KTP yang bermasalah di beberapa daerah. Irman mengatakan, perekaman data e- KTP hingga saat ini sudah mencapai 156 juta dari 172 juta penduduk wajib e-KTP yang ditargetkan hingga akhir 2012.
?
Pemerintah? optimistis target 172 juta penduduk dapat tercapai pada Oktober 2012 ini. Anggota KPU Juri Ardiantoro mengatakan, data pemerintah akan disinkronisasi dengan data KPU agar lebih akurat.
?
“Bukan verifikasi ulang. KPU akan memutakhirkan atau updating data yang dari pemerintah di lapangan. Pemutakhiran juga dengan memperhatikan DPT pilkada terakhir,” jelas Juri.

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Malik Haramain memandang,data yang diserahkan pemerintah kepada KPU memang meringankan tugas KPU. Namun, KPU tidak bisa menerima begitu saja data tersebut tanpa melakukan verifikasi ulang.
?
“Bisa saja ada penduduk yang meninggal dunia sehingga datanya tidak perlu dimasukkan lagi sebagai pemilih. Pemutakhiran data pemilu sangat penting,”tegasnya. robbi khadafi

KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

TRANSMIGRASI

Kebijakan transmigrasi itu terus di jalankan sampai pemerintah Orde baru memberikan orientasi yang luas mulai tahun 1972. Undang – undang No. 3 tahun 1972 memberikan tujuan yang luas pada transmigrasi dimana pertimbangan demografi hanya merupakan satu dari tujuh sasaran yaitu:

·         Peningkatan taraf hidup

·         Pembangunan daerah

·         Keseimbangan penyebaran penduduk

·         Pembangunan yang merata diseluruh indonesia

·         Pemanfa’atan sumber – sumber alam dan tenaga manusia

·         Kesatuan dan persatuan bangsa

·         Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional

Kebijakan penduduk yang dijalankan saat ini merupakan implementasi dari arah kebijakan yang telah di rumuskan dalam Garis – garis  besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004.  Pada periode GBHN 1999-2004, kebijakan yang menyangkut  kependudukan  tidak merupakan kebijakan  tersendiri,tetapi merupakan bagian dari kebijakan bidang sosial dan budaya,khususnya pada bidang kesehatan dan kesejatraan sosial.

Arah kebijakanya :

Meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran,memperkecil angka kematian,dan peningkatan kualitas program keluarga berencana .

Tujuan kebijakan kependudukan :

Untuk mengendalikan jumlah kelahiran menjadi sangat penting.


KELUARGA  BERENCANA

Salah satu kebijakan dalam bidang kependudukan yang sangat penting di indonesia telah ditunjukkan keberasilannya adalah kebijakan pengendalian jumlah penduduk melalui program KB.

Hal yang menjadi perhatian pada program KB di indonesia :

Program KB telah dapat mengubah pandangan masyarakat yang pronatalis,yang meliat penduduk dari sudut kuantitas saja,menjadi pandangan antinatalitas,yang menekankan pada kesejahteraan masing – masing kelurga melalui pengaturan kelahiran.

Kenyataan bahwa dukungan masyarakat cukup besar pada program KB dan tantangan dari beberapa pihak dapat dianggap kurang berarti.

Indonesia dapat membuktikan bahwa program KB dapat dilaksanakan dipedesaan secara efektif.

Untuk menjadikan gerakan KB sebagai suatu lembaga atau pranata sosial,maka KB harus diusahakan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat dalam bentuk norma keluarga kecil bahagia sejahtera.

Program KB juga merupakan usaha untuk melak sanakan kegiatan beyond family planning.

v  Pandangan yang menyatakan bahwa penurunan fertilitas hanya dapat di capai melalui pembangunan ekonomi.

v  Pandangan masyarakat tentang peranan anak dalam kehidupan berkeluarga dan sebagai jaminan hari tua maupun tenaga bantuan untuk keluarga.
v  Pandangan yang menyatakan bahwa dengan program KB yang di kelola dengan baik,fertilitas akan diturunkan.

BLSM Salah Sasaran, Kakek Miskin Ini Dapat dari Tetangga

VIVAnews - Tidak semua warga miskin beruntung mendapat dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar. Salah satu yang tidak beruntung itu adalah Mamat Rahmat, yang berusia 71 tahun, warga Kampung Pangampaan, Kelurahan Pakuwon, Garut Kota.

Kakek miskin ini tak masuk daftar Rumah Tangga Sasaran, sehingga tidak berhak mendapatkan Kartu Perlindungan Sosial. Tentu saja, dana kompensasi kenaikan bahan bakar minyak itu, tak bisa diterima.

Namun, akhirnya ada tetangganya yang sadar bahwa ia jauh lebih mampu dari Mamat. KPS yang dia miliki pun dialihkan ke Mamat. Mamat akhirnya bisa antre di Kantor Pos mengambil Bantuan Langsung Sementara Masyarakat.

Pengalihan sukarela ini dibenarkankan di Kecamatan Garut Kota. Petugas kecamatan Iwan Setiawan mengaku banyak pemegang KPS yang merasa mampu, sehingga sukarela menyerahkan jatahnya ke warga miskin. "Seperti Pak Mamat ini," katanya.

Iwan mengatakan, mengubah identitas KPS bukan kewenangannya. Dia hanya bisa mengimbau mengalihkan BLT ini ke warga yang benar-benar miskin ini secara sukarela. Ini semua agar pemberian bantuan ini tepat sasaran.
"Dana BLSM bisa dicairkan oleh orang lain asalkan membawa fotokopi KTP dan kartu keluarga penerima sebenarnya, " katanya.

Sebagaimana luas diketahui bahwa setelah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi,  pemerintah menyiapkan kompensasi Rp29,4 triliun untuk masyarakat miskin. Dana terbesar berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, yakni Rp9,7 triliun. Lalu disusul Bantuan Siswa Miskin (BSM) Rp7,5 triliun, Program Infrastruktur Dasar Rp7,25 triliun, Program Beras Miskin Rp4,3 triliun, dan tambahan untuk Program Keluarga Harapan Rp700 miliar.

BLSM akan dibagikan kepada 15,5 juta rumah tangga miskisn dengan besaran Rp300 ribu per rumah tangga pada tahap pertama dan Rp150 ribu pada tahap kedua dan ketiga.

Program KB Sulit Capai MDGs

REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Program Keluarga Berencana (KB) dinilai belum sesuai harapan. Sehingga, pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) untuk pelayanan KB sulit tercapai.

Deputi Bidang KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Julianto Witjaksono mengatakan, perlu komitmen yang kuat dari semua pihak agar sasaran MDGs pada 2015 tercapai dengan baik. Menurutnya, beberapa sasaran yang belum tercapai, di antarannya, angka fertilitas (TFR) yang mengalami stagnansi selama 10 tahun terakhir, yakni tetap 2,6 per wanita usia 15-49 tahun.

Selain itu, angka fertilitas pada usia remaja belum sesuai harapan karena angka age spesific fertility rate (ASFR) untuk usia antara 15-19 tahun menurun dari 51 per 1.000 perempuan menjadi 48 per 1.000 perempuan. “Padahal, kita menargetkan menjadi 30 per 1.000 perempuan usia 15-19 tahun pada 2015,” kata Julianto saat membuka Seminar Nasional Peningkatan Akses Dan Kualitas Pelayanan Bidan Praktik Mandiri Dalam Program KB Nasional, Kamis (27/6).

Menurutnya, angka fertilitas di daerah perdesaan juga sudah mulai menurun, tetapi jumlahnya masih sekitar dua kali lipat dibandingkan rata-rata kelahiran pada wanita usia subur 15-19 tahun di daerah perkotaan. Julianto mengatakan, sebagai langkah BKKBN dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, dirumuskanlah beberapa kebijakan dan strategi akselerasi pembangunan KB untuk 2013 dan 2014.

Rumusan tersebut, antara lain, meningkatkan sosialisasi dan pelayanan KB di lapangan dengan memberdayakan institusi masyarakat perdesaan dan perkotaan. Pemberdayaan tersebut terutama kepada petugas dan kader KB di lapangan agar tetap bermitra dengan berbagai pihak.

Sehingga, lanjut dia, kekurangan tenaga pelayanan KB dapat diatasi dengan memanfaatkan tenaga promotif dan preventif. “Dengan demikian, kehamilan yang tidak diinginkan dapat ditekan dan angka kematian ibu melahirkan juga akan semakin menurun,” ujarnya.

Selain itu, BKKBN juga menyiapkan slogan yang bersifat edukasi bagi keluarga dalam merencanakan keluarganya. Pesan “4 terlalu” (muda, tua, banyak, dan sering), kata dia, harus menjadi andalan untuk mengajak para keluarga dalam merencanakan kehidupan berkeluarga.
Terakhir, Julianto mengimbau agar kampanye pentingnya program KB tersebut lebih disemarakkan. Bidan sebagai pelayan masyarakat, kata dia, harus lebih berperan dalam penyuluhan program KB ke tengah masyarakat. “Saya mengingatkan saja bahwa antara KB dan bidan telah menyatu. Ada bumil ada bidan, ada bidan ada KB, dan ada KB ada bidan,” ujarnya. n cr-01 ed: muhammad fakhruddin
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

KANTOR IMIGRASI JAKARTA BARAT DAN JAKARTA PUSAT UNTUK SEMENTARA TIDAK MENERIMA PERMOHONAN PASPOR BARU

Bahwa saat ini Direktorat Jenderal Imigrasi sedang melakukan perbaikan sistem penerbitan paspor, yang salah satunya melakukan uji coba layanan penggantian paspor 1 hari selesai di Kantor Imigrasi Jakarta Pusat dan Jakarta Barat dan pada saat yang sama sedang dilakukan juga pengkajian layanan pembuatan paspor baru selesai selang satu hari.

Sehubungan hal tersebut untuk sementara waktu Kantor Imigrasi Jakarta Pusat dan Jakarta Barat tidak melayani permohonan paspor baru.
Kepada masyarakat yang ingin membuat paspor baru agar diajukan permohonannya ke kantor imigrasi selain Kantor Imigrasi Jakarta Pusat dan Jakarta Barat.
Apabila masyarakat masih membutuhkan informasi lebih lanjut terkait layanan paspor, dapat menghubungi kami di 021 522 4658 ext. 2106 atau email : humas@imigrasi.go.id, ataupun mengunjungi website : www.imigrasi.go.id

4 Juta Penduduk Indonesia Pengguna Narkoba

JAKARTA - Badan Narkotika Nasional (BNN) memperingati hari Anti Narkoba Internasional (Hani), yang jatuh hari ini, Selasa (25/6/2013).  Dalam acara tersebut, Kepala BNN, Komjen Anang Iskandar, Menutur hingga tahun 2013 tercatat ada sekira empat Juta penduduk Indonesia adalah pengguna narkoba. Sebagian besar para pengguna narkoba menderita Hepatitis, HIV, hingga meninggal dunia.

"Kita merayakan Hani ini, merupakan bentuk keprihatinan dan sebagai bentuk kampanye juga terhadap anti penyalah gunaan Narkoba," ujar Anang, di Jakarta, Selasa (25/06/2013).

Dikatakannya, berbagai macam upaya tengah dilakukan guna menekan angka para penyalahgunaan Narkoba, dengan cara merahabilitasnya. Sehingga dalam masa rehabilatasi tersebut, para penyalah guna diberikan kegiatan yang positif, serta menghilangkan ketergantungan terhadap narkoba.

"Bagaimana Merehab satu juta pengguna penyalahgunaan narkoba dalam satu tahun. Akan hilang penggunaan narkoba, sehingga tidak ada permintaan tentu tidak ada penawaran," katanya

Ditambahkannya, pihaknya telah mengapresiasi bahwa hukuman untuk para pengedar narkoba di berikan hukuman yang sangat berat, sehingga peredaran dan penyalah gunaan bisa di minimalisir.

"Hukuman pengedar jelas. Hukuman mati sudah dilakukan. Saya apresiasi hakim yang menjatuhkan hukuman itu. Setimpal, di Indonesia sudah cukup," pungkasnya. (ydh)

Pulau-pulau Kosong Indonesia Harus Segera Ditempati

TEMPO Interaktif, Jakarta:Sebanyak 88 dari 17.508 pulau Indonesia saat ini harus ditempati oleh pemerintah Indonesia karena pulau-pulau tersebut berbatasan langsung dengan negara tetangga.


“Kita sudah kehilangan dua pulau, Sipadan dan Ligitan. Jangan sampai ada lagi (yang hilang),” kata Djoko Sidik Purnomo, Direktur Jenderal Kawasan Transmigrasi, di Jakarta, Selasa (3/6). Dikatakan, pulau-pulau itu sendiri telah dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2002.


Sebelumnya, Djoko mengakui bahwa alasan penempatan pulau kosong itu untuk menunjukkan aktifitas politik. “Untuk aktifitas ekonomi memang kurang menguntungkan. Tapi ini untuk menunjukkan bahwa ada Indonesia di sana,” tambahnya. Pemerintah Indonesia, katanya, tinggal membangun mercu suar atau menara satelit untuk menunjukkan aktifitas pemerintahan.


Diantara 88 pulau tersebut, terdapat delapan pulau yang tergabung dalam gugus Kepulauan Natuna yang berbatasan dengan Vietnam. Kepulauan Natuna sendiri selain memiliki potensi kelapa sawit, juga memiliki sumber alam gas dan minyak bumi. Pulau-pulau itu adalah Pulau Sentut, Tokong Malang Biru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokongboro dan Semiun.


Perbatasan darat sendiri, ujarnya, tidak bebas dari masalah. Seperti yang terjadi dengan perbatasan Indonesia dengan Malaysia dengan mobilitas kayu yang didapat secara ilegal di Indonesia. Begitu juga dengan Indonesia-Papua Nugini, ada kecenderungan penduduk Papua masuk ke wilayah Papua Nugini. “Akibatnya kita dikomplain yang punya wilayah ,” kata Djoko. (Yophiandi-TNR)


60 Juta Penduduk Indonesia Masih “BAB” Sembarangan

Bangkalan (Antara Jatim) – Sekitar 60 juta penduduk Indonesia masih melakukan buang air besar (BAB) secara sembarangan, sehingga menyebabkan lingkungan kurang sehat.
“Selain itu sekitar 55 persen kondisi limbah air juga kurang baik, sehingga berdampak pada kondisi lingkungan yang kurang sehat,” kata juru bicara fasilitator PPSP (Percepatan Pembangunan Sanitasi Lingkungan) Provisi Jawa Timur, Khusnan di Bangkalan, Kamis.
Khusnan mengemukan hal ini di sela-sela acara pelatihan “Enumerator Supervisor dan Entri Data” dalam rangka “Study Environmental health Risk Assessment/ studi kajian risiko kesehatan lingkungan” di aula PKPN Bangkalan.
Ia mengatakan, saat ini masih banyak kondisi lingkungan yang harus diperbaiki, agar bisa tercipta lingkungan masyarakat yang sehat. Terutama, masalah pengembangan sanitasi di masyarakat.
“Masih banyak masyarakat kita ini yang terbiasa buang air besar di selokan bahkan di bawah pohon,” ujarnya.
Tidak hanya masyarakat perdesaan, lanjut Khusnan, penduduk di daerah perkotaan yang memeliki sanitasi juga belum tentu kondisinya baik. Karena mereka tidak memperhatikan jarak antara rembesan limbah air dengan sumur.
“Sesuai data, sekitar 28,7 persen sanitasi di daerah perkotaan yang tidak mempertimbangkan rembesan air limbah,” katanya.
Tidah hanya itu saja, sekitar 98 persen sampah masih “open damping”, dalam artian tidak dikelola dengan benar, sehingga masih berpotensi menimbulkan pencemaran.
Khunan menjelaskan, selain masalah sanitasi dan sampah, saluran air di sejumlah daerah di Jawa Timur masih kurang baik, karena hanya sekitar 52,3 persen yang lancar. Sisanya masih rawan terjadinya banjir, karena saluran air tersumbat dan hal ini bisa mengundang bibit penyakit.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Achmad Aziz, pelatihan “Study Environmental health Risk Assessment” itu yang merupakan program kerja dari delapan Kementerian.
Salah satu tujuannya untuk mendata dan mengetahui kondisi kesehatan lingkungan di masyarakat.
“Pelatihan ini, diikuti sebanyak 150 peserta dari desa siaga yang tersebar di 18 kecamatan di Kabupaten Bangkalan,” katanya menjelaskan.
Ia menjelaskan, nantinya para peserta itu akan melakukan pengecekan di masing-masing rumah tangga yang berkaitan dengan pola hidup sehat dan lingkungan sehat.
Diantaranya berupa kebiasan buang air besar, membuang sampah sampai ketersedian sanitasi dan air bersih. Sebab dari indikator itu bisa menentukan sehat tidaknya kondisi lingkungan di masyarakat.
“Kalau lingkungan tidak sehat, maka akan rawan terserang penyakit, demam berdarah, diare, dan penyakit kulit lainnya,” terang Aziz.
Ia mengatakan setelah itu langkah berikutnya akan melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait guna menangani kondisi lingkungan yang tidak sehat, karena hal itu merupakan tanggungjawab bersama dan seluruh elemen masyarakat. (*)

Pengamat: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2013 capai 6,6 Persen

Semarang, (ANTARA KL) - Pakar ekonomi dan perbankan Aviliani memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2013 bisa mencapai 6,6 persen jika iklim investasi masih terjaga dengan baik.

"Saya memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun depan di kisaran 6-6,6 persen. Memang cukup signifikan, tergantung pada laju investasi," katanya usai seminar "Keuangan Inklusif" di Semarang, Kamis. Meski demikian, kata dia, seandainya laju investasi tidak bergerak pun pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan masih menyentuh enam persen karena sektor konsumsi yang cukup tinggi dan dominan.

Menurut peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) itu, perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan memang dapat tercapai dengan sektor konsumsi yang tinggi.

"Sektor konsumsi di Indonesia memang cukup besar dan dominan, setidaknya memiliki porsi sekitar 65 persen," kata Aviliani yang juga Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) itu.

Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi juga bisa terdorong dengan kegiatan keuangan inklusif (financial inclusion) yang khususnya menyasar sektor pertanian yang selama ini kesulitan mengakses perbankan.

Keuangan inklusif, kata dia, bertujuan menciptakan kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, dengan membangun sistem keuangan yang mudah diakses masyarakat dengan biaya terjangkau.

"Sektor pertanian harus menjadi sasaran utama keuangan inklusif. Apalagi, dari sekitar 233 juta penduduk Indonesia, 40 juta jiwa di antaranya merupakan masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian," kata Aviliani.                         (AB/ANTARA)

Menurut BPS penduduk miskin Indonesia 28,07 juta jiwa

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, pada Maret 2013, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,07 juta orang atau 11,37 persen. Angka kemiskinan ini masih jauh di bawah target kemiskinan yang ditetapkan pemerintah dalam APBN-P 2013 sebesar 10,5 persen.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, jumlah penduduk miskin pada Maret 2013 berkurang sebesar 0,52 juta orang jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 sebesar 28,59 juta orang atau 11,66 persen.

Dia menjelaskan, selama periode September 2012-Maret 2013, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,18 juta orang dari 10,51 juta orang pada September 2012 menjadi 10,33 juta orang pada Maret 2013. Sementara di daerah perdesaan berkurang 0,35 juta orang dari 18,09 juta orang pada September 2012 menjadi 17,74 juta orang pada Maret 2013.

"Ada banyak faktor terkait penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode September 2012- Maret 2013," ujar Suryamin dalam acara "Konferensi Pers BPS Mengenai Data Kemiskinan" di Gedung BPS, Jakarta, Senin (1/7).

Menurut dia, ada enam faktor yang menyebabkan angka kemiskinan mengalami penurunan. Pertama, selama periode September 2012-Maret 2013 inflasi umum relatif rendah yaitu sebesar 3,2 persen.

Kedua, upah harian (nominal) buruh tani dan bangunan meningkat selama periode September 2012-Maret 2013, yaitu masing-masing sebesar 2,08 persen dan 9,96 persen. Ketiga, secara nasional rata rata harga beras relatif stabil, tercatat pada September 2012 sebesar Rp 10.414 per kg, dan pada Maret 2013 sebesar Rp 10.718 per kg.

Keempat, perekonomian Indonesia triwulan I-2013 tumbuh sebesar 1,41 persen terhadap triwulan IV-2012. Kelima, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2013 mencapai 5,92 persen, turun jika dibanding pada Agustus 2012 sebesar 6,14 persen.

Sedangkan yang keenam, selama periode September 2012-Maret 2013, harga eceran beberapa komoditas bahan pokok seperti minyak goreng, gula pasir dan tepung terigu mengalami penurunan, yaitu masing-masing turun sebesar 5,10 persen, 0,60 persen dan 0,20 persen.

Suryamin mengatakan, berdasarkan survei yang dilakukan BPS, ada beberapa komoditas yang memberikan sumbangan besar terhadap garis kemiskinan baik di kota maupun di desa pada Maret 2013.

Menurutnya, lima komoditas makanan terbesar adalah beras sebesar 25,86 persen di kota dan 33,97 persen di desa. Rokok kretek filter sebesar 8,82 persen di kota dan 7,48 persen di desa. Telur ayam ras 3,50 persen di kota dan 2,57 persen di desa. Mi instan 2,67 persen di kota dan 2,28 persen di desa, serta gula pasir 2,65 persen di kota dan 3,67 persen di desa.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Wynandin Imawan mengatakan, Maluku dan Papua mempunyai persentase penduduk miskin terbesar yaitu 23,97 persen, yang diikuti Bali dan Nusa Tenggara 14,51 persen. Sedangkan Sumatera 11,51 persen, Jawa 10,92 persen, Sulawesi 11,22 persen dan Kalimantan 6,37 persen.

"Meskipun ada penurunan kemiskinan secara nasional ada beberapa daerah yang mengalami kenaikan presentase kemiskinan baik di kota dan desa jika dibandingkan September 2012," ujar dia.

Menurut Wynandin, ada tujuh provinsi yang mengalami peningkatan angka kemiskinan, yaitu Sumatera Barat naik 0,14 persen, Sumatera Selatan naik 0,76 persen, Banten 0,03 persen, Bali 0,02 persen, Kalimantan Barat naik 0,38 persen, Sulawesi Utara 0,24 persen, Gorontalo 0,29 persen, serta Papua 0,47 persen. (ID/Dho/Rin)

Penurunan Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Termasuk Yang Tercepat Dibanding Negara Lain

Indonesia, tercatat dua kali mendapat apresiasi dalam hal pengurangan kemiskinan. Pertama, pada zaman Orde Baru, Bank Dunia memberikan apresiasi kepada Indonesia sebagai negara yang berhasil menurunkan tingkat kemiskinan dimana tingkat kemiskinan di Indonesia telah berhasil diturunkan dari sekitar 40% pada tahun 1976 menjadi sekitar 11% pada tahun 1996 berdasarkan data Badan Pusat Statistik. Kedua pada  Periode 2005-2009. Berdasarkan catatan Worldfactbook dan World Bank, penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia termasuk yang tercepat dibandingkan negara lainnya.
Sepanjang periode 2005 hingga 2009, laju rata-rata penurunan jumlah penduduk miskin Indonesia per tahun sebesar 0,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian negara lain semisal Kamboja, Thailand, Cina, dan Brasil yang hanya berada di kisaran 0,1% per tahun.  Bahkan India mencatat hasil minus atau terjadi penambahan penduduk miskin,” ungkap Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Prof. Firmanzah, Ph.D, di Jakarta, Senin (27/5).
Menurut Firmanzah, angka kemiskinan di tahun 2005 sebesar 15,97% (35,1 juta orang) dapat ditekan menjadi 11,96% (29 juta orang) per Maret 2012 dan ditargetkan mencapai 11,5% di akhir 2012. “Ini menunjukkan telah terjadi pengurangan jumlah penduduk miskin hingga 6 juta orang dengan tingkat konsistensi penurunan yang terjaga termasuk pada pasca krisis dan perlambatan global 2008-2009,” ungkap Prof. Firmanzah.
Ia menyebutkan, angka kemiskinan di tahun 2004 sebesar 16,66% (36,1 juta orang) dapat diturunkan menjadi 11,66% (28.59 juta orang) per Septemeber 2012. Sementara dalam RAPBN 2013, pemerintah menargetkan angka kemiskinan berkisar 9,5 – 10,5% dan diharapkan pada akhir 2014 dapat berkisar di 8-9%.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu juga mengemukakan, sepanjang 2005-2012 angka kemiskinan menurun rata-rata antara 1,16 persen hingga 1,27 persen per tahun dan mampu menyelamatkan sekitar 7 juta jiwa keluar dari lingkaran kemiskinan.
Menurut Firmanzah, Program Percepatan Pengentasan Kemiskinan dan sejumlah program pembangunan yang sedang berjalan telah berhasil tidak hanya menekan angka kemiskinan tetapi juga meluas pada sejumlah indikator sosial termasuk turunnya angka pengangguran. “Menurunnya angka pengangguran juga merupakan katalisator penekan jumlah orang miskin sepanjang 2005-2012,” papar Firmanzah.
Di tengah pertumbuhan penduduk  yang mencapai 240 juta, lanjut Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan itu, pada akhir 2012 jumlah pengangguran dapat ditekan menjadi 6.1 persen  (7.2 juta orang) dibanding 9.9 persen (10.3 juta orang) di tahun 2004.
“Peningkatan perluasan lapangan kerja ini menjadi salah satu exit strategy bagi jeratan kemiskinan di Indonesia. Hingga agustus 2012 tingkat pengangguran terbuka dapat ditekan menjadi 6,14%,” ungkap Firmanzah.
Disebutkan Firmanzah, capaian ini bahkan mendapat apresiasi dalam laporan mid-term IMF 2012 di saat negara-negara maju menghadapi tingginya angka pengangguran sebagai imbas dari krisis global. “Selain keep buying strategy, berbagai program percepatan pembangunan juga memberi andil bagi perluasan lapangan kerja yang kemudian mendorong tenaga kerja di sektor formal semakin meningkat hingga menghampiri 40%,” jelas Firmanzah.
Mengenai Program Percepatan penanggulangan Kemsikinan dengan 4 klaster, menurut Prof. Firmanzah, tidak hanya menekan angka kemiskinana tetapi juga mendorong daya beli masyarakat. Di samping itu program pembangunan yang sedang berjalan serta aliran investasi yang masuk telah memperluas lapangan pekerjaan sebagai salah satu katalisator pengentasan kemiskinan di Indonesia.
"Klaster I hingga IV untuk mengakselerasi percepatan pengentasan kemiskinan sehingga mempermudah pencapaian target di akhir 2013. Dengan berbagai program yang didesain dalam kerangka besar percepatan pembangunan, kemiskinan di Indonesia diharapkan dapat ditekan hingga 8-9 persen  di akhir 2014,” urai Prof. Firmanzah.
Menurut Prof. Firmanzah, pada tahun 2013, anggaran pengentasan kemiskinan di alokasikan sebesar Rp.115.5 triliun atau meningkat 16 persen dari 2012 (Rp.99.2 triliun). Rata-rata kenaikan anggaran pengentasan kemsikinan yang dialokasikan dalam APBN periode 2004-2013 (yoy) mencapai 18 persen.
(ES)

Jumlah Penduduk Indonesia Mengalami Sedikit Kenaikan Di Tahun 2013

Merdekaonline.com - Jakarta - Faktor dinamika sudah masuk menjadi sebuah isu namun sudah menjadi faktor yang terjadi karena penduduk itu harus direkayasa.Misalnya, penduduk Indonesia berjumlah 200 juta jiwa bisa direkayasa menjadi 185 juta jiwa.

Hal ini dikatakan oleh Pelaksana Tugas Kepala BKKBN,Sudibyo Alimusa dalam Diskusi dua mingguan Pimpinan BKKBN dengan Jurnalis dan sosialisasi lomba karya tulis bagi jurnalis,penulis media cetak,online dan radio di kantor BKKBN,Jakarta,Senin (25/2).

"Semua itu bisa dirubah manakala dinamika bisa di rekayasa," ujar Sudibyo.

Menurutnya,dinamika kependudukan itu komponennya ada tiga bagian yakni,Fertilitas,Mortalitas dan Mobilitas."Dinamika ini salah satu bagian dari situasi kependudukan Indonesia dan selain itu ada kuantitas dan kualitas," jelasnya.

Lebih lanjut,Dia menjelaskan,kalau kuantitas jangan hanya dilihat dari jumlah penduduk saja,karena kalau dilihat hanya dalam jumlah saja tapi strukturnya tidak tahu."Jadi struktur itu sangat penting untuk diprioritaskan," ungkapnya.

Tahun 2013 ini,kata Sudibyo,penduduk Indonesia diperkirakan berjumlah 250 juta jiwa."Jadi jumlah penduduk Indonesia hanya mengalami kenaikan sedikit saja," tuturnya.

Kemudian untuk struktur penduduk Indonesia,tambah Sudibyo,telah mengalami yang namanya Triple Burden diantaranya,Lansia sekitar 7,59 persen,Angkatan Kerja 63,54 persen dan Usia sekolah serta Balita 28,87 persen."Struktur penduduk Indonesia itu seperti sebuah candi Borobudur.Namun kita menginginkan struktur penduduk Indonesia seperti candi Prambanan," ungkapnya.

Dalam acara Diskusi dua mingguan ini,BKKBN mengangkat tema "Hasil Sementara SDKI 2012 dan Implikasinya Terhadap Program Kependudukan dan KB" yang dihadiri oleh Plt.Kepala BKKBN,Sudibyo Alimusa serta Arswendo Atmowiloto dan M.Sobary yang sekaligus mensosialisasikan lomba karya tulis bagi jurnalis dari berbagai media baik media cetak,online dan radio.(SR)

BKKBN Berharap Dunia Pendidikan Beri Solusi Masalah Penduduk

Penduduk di Jakarta. Ilustrasi Foto oleh James Nachtwey


Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) berharap dunia pendidikan menyumbangkan solusi masalah kependudukan Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala BKKBN Pusat Sugiri Syarief saat menandatangani  kerja sama dengan Universitas Sriwijaya (Unsri) di bidang pengembangan dan penelitian masalah kependudukan, di Palembang, Senin (21/05).
“Melalui kerja sama ini diharapkan Unsri dapat memberikan sumbang saran tentang cara mengatasi dan mencari solusi atas segala masalah kependudukan di Indonesia yang menjadi sumber kemiskinan dan menghambat pertumbuhan ekonomi.”
Sementara itu Rektor Unsri Badiah Perizade mengatakan akan mendorong kalangan akademisi melakukan penelitian dan pengembangan masalah kependudukan dan KB.
“Unsri akan mendorong kaum intelektual seperti apa yang dilakukan saat ini yakni menggelar seminar kependudukan “Pembangunan Berwawasan Kependudukan dalam Era Millenium Depelopment Goals”,” katanya.
Sensus pada tahun 2010 jumlah mencatat penduduk Indonesia telah mencapai 237,6 juta jiwa. Tahun 2012 diperkirakan telah mencapai 242 hingga 245 juta jiwa. Pertumbuhan yang pesat ini meresahkan jika tidak diimbangi dengan peningkatan Sumber Daya Manusia khususnya generasi muda.
Jika SDM lemah maka pertumbuhan penduduk juga melahirkan pengangguran. []
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...